“Don’t break the chain.” Empat kata yang kurang lebih berarti “jangan berhenti saat tengah produktif” itu mampu membuat Jerry Seinfeld menjadi salah satu komedian paling sukses dari Amerika Serikat. Mantra itu mendorongnya menulis materi komedi baru setiap hari.

Seinfeld menggunakan kalender dinding untuk menggambar simbol “X” pada hari-hari di mana ia berhasil menulis bahan komedi baru. Saat simbol tersebut mulai berderet bagai membentuk rantai, motivasi dirinya pun makin tumbuh.

“Kamu akan suka melihat rantai itu, terutama saat kamu telah melakukannya selama beberapa minggu. Tugas kamu selanjutnya adalah berusaha untuk tidak memutus rantai tersebut,” saran Seinfeld kepada seorang komedian muda yang meminta tip sukses darinya.

Teknik milik Seinfeld, yang berhasil mengantarkannya pada acara televisi, adalah contoh sempurna mengapa kesuksesan tidak selalu bermula dari motivasi tinggi. Layaknya bola salju yang bergulir dan makin membesar, kadang kala motivasi baru tumbuh setelah kamu memulai sesuatu.

Saya bukanlah seseorang yang memiliki motivasi tinggi. Saya tidak termasuk orang-orang yang suka bangun pagi, tidak suka mengunjungi pusat kebugaran, dan saya tidak selalu membaca dua buku baru tiap minggu.

Tetapi saya mampu mendirikan JotForm dan perlahan-lahan mengembangkan bisnis hingga memiliki 4,2 juta pengguna dalam 12 tahun terakhir. Saya juga berhasil menyempatkan diri untuk sesekali berolahraga di pagi hari.

Menyelesaikan pekerjaan tidak selalu bergantung pada motivasi. Kita bisa melakukan hal-hal hebat, meski sedang tak memiliki motivasi sekalipun.

Siklus menakutkan dari bermalas-malasan

Bermalas-malasan bisa menjatuhkan kamu pada suatu siklus yang menyeramkan. Makin kita enggan melakukan sesuatu, makin tinggi kecemasan yang timbul di dalam diri, hingga akhirnya kita sama sekali tidak melakukan hal tersebut.

Untuk menghentikan siklus bermalas-malasan, kita perlu mengidentifikasi alasan di balik mengapa hal tersebut enggan kita lakukan. Biasanya, hal itu berkaitan dengan pencegahan atau peningkatan.

– Pencegahan adalah saat kita enggan melakukan sesuatu untuk menghindari terjadinya kehilangan. Sebagai contoh, kamu harus menyusun suatu presentasi untuk pekerjaan, tapi cemas bahwa hasilnya tak akan menarik. Karena cemas akan mempermalukan diri sendiri di depan para kolega, kamu jadi menunda penyusunan presentasi itu.

– Peningkatan adalah ketika kita melakukan sesuatu untuk menjadikan diri lebih baik dibanding saat ini, seperti berlatih untuk mengikuti maraton, namun tak mampu membangkitkan motivasi untuk itu. Sebagai contoh, grup joging yang kamu ikuti berkumpul pukul 6.00 pagi tiap hari, tapi kamu selalu memilih untuk melanjutkan tidur dan menekan tombol tunda pada alarm yang berbunyi.

Emosi memainkan peranan penting pada keinginan untuk mencegah dan meningkatkan, seperti yang ada pada contoh di atas. Hal paling rumit dari kedua kasus ini adalah “perasaan ingin” dari dalam diri.

Melissa Dahl dalam sebuah artikel dalam The Cut mengungkapkan, “Kamu tak perlu merasa ingin mengerjakan untuk menyelesaikan sesuatu.” Ini adalah inti dari permasalahan, sangat simpel tapi sulit untuk dilakukan.

“Kamu perlu mengesampingkan emosi dari dalam perasaan, serta memutuskan untuk bergerak maju.”

Dengan konsep serupa, bila kamu menganggap suatu pekerjaan membosankan atau tak menyenangkan, kamu perlu mengesampingkan emosi dari dalam perasaan, serta memutuskan untuk bergerak maju sesuai jadwal dan tempat yang telah kamu tentukan sendiri.

Katakanlah, setiap pukul 7.00 pagi kamu berada di pusat kebugaran. Tanpa emosi, tidak berbaring di kasur, tak menatap langit-langit kamar sambil menimbang-nimbang keuntungan dan kerugian berolahraga. Tak perlu jadi lelah karena terlalu banyak berpikir demi mengambil keputusan, dan lakukan saja apa yang telah kamu tetapkan sesuai jadwal.

Bergerak sekarang, termotivasi belakangan

Mirip dengan kebiasaan menulis saya di pagi hari, motivasi bisa tumbuh sebagai hasil dari suatu tindakan, bukan kebalikannya. Saat kita bisa menetapkan kapan akan memulai suatu aktivitas, bahkan aktivitas remeh sekalipun, momentum akan membawa kita untuk terus bergerak.

Momentum yang terus terjaga untuk meraih suatu tujuan menghasilkan efek berlipat ganda. Pada intinya, proses yang berlangsung sedikit demi sedikit dapat menghasilkan perubahan besar seiring perjalanan waktu.

Saat Warren Buffet berusia 33 hingga 44 tahun, kekayaan yang ia miliki meningkat hingga 1.257 persen. Tetapi yang lebih mengesankan lagi adalah kemajuan yang ia raih di dua belas tahun berikutnya. Pada usia 44 hingga 56 tahun, Buffet mengembangkan lagi kekayaannya hingga 7.268 persen. Perlahan tapi pasti, ia menanamkan serangkaian investasi tanpa henti.

Jangan putus rantainya

Kekuatan dari momentum bisa dijelaskan dengan sebuah gagasan yang disebut Ilmu Fisika tentang Produktivitas. Gagasan ini pada dasarnya mengaplikasikan Hukum Newton pada pembentukan kebiasaan.

“Suatu objek yang sedang bergerak cenderung akan terus bergerak. Saat suatu tugas mulai dikerjakan, akan lebih mudah untuk terus mengerjakannya.”

Jika kita memulai dari hal-hal kecil—memasang sepatu joging atau menyusun presentasi—kemungkinan besar kita akan merasa lebih enteng untuk terus melanjutkan kegiatan tersebut. Memiliki rutinitas akan sangat membantu, karena bisa menghilangkan proses pengambilan keputusan dan menetapkan langkah-langkah yang akan kamu ambil.

“Pada tiap kesuksesan besar yang saya pernah raih, saya berhasil mengerucutkan perhatian hanya pada satu hal. Pada hal-hal di mana tingkat kesuksesan berbeda-beda, perhatian saya pun saat itu sedang terpecah-pecah … Kesuksesan punya sifat berurutan, bukan bersamaan,” kata Gary Keller dan Jay Papasan, penulis buku The One Thing.

Katakanlah kamu ingin menerbitkan konten blog baru, tapi tak mampu menumbuhkan motivasi untuk mulai menulis. Coba tulislah satu paragraf tiap hari sampai konten itu akhirnya selesai.

Lebih lanjut, buatlah suatu ritual yang akan dilakukan dengan aktivitas menulis itu. Kamu bisa meracik segelas kopi, mengatur nafas selama beberapa menit, baru kemudian mulai menulis.

Beberapa orang paling sukses di dunia percaya akan ritual. Ambil contoh Tony Robbins, seorang penulis terkenal dan pembicara motivasi terkemuka di dunia.

Tiap pagi, Robbins “menyiapkan” pikirannya sebelum memulai hari. Hanya dalam 10 menit, ia melakukan 3 set teknik pernapasan Kapalbhati Pranayama, bersyukur, dan berdoa memohon bantuan, panduan, serta kekuatan untuk melewati hari itu. Baru kemudian ia memulai aktivitas.

Apa pun ritual yang kamu pilih, rutinitas tersebut akan mengurangi kemungkinan kamu melewatkan suatu aktivitas. Kita bahkan kadang-kadang justru menantikan suatu ritual—seperti mengenakan sandal favorit yang sangat nyaman setiba di rumah.

Menyalakan api

Motivasi bukanlah api yang akan menyalakan mesin dalam dirimu. Jeff Haden, penulis buku The Motivation Myth, berargumen bahwa motivasi adalah “api yang mulai muncul setelah kamu membuatnya sendiri, dengan susah payah, dan berkeras menyalakannya.”

Sering kali motivasi muncul setelah kita bekerja demi mencapai suatu tujuan. Hal terpenting yang perlu kita lakukan adalah mengambil langkah pertama. Bila kita menyerah duluan sebelum mengerjakan suatu tugas, maka kita tak akan mendapatkan kemajuan.

“Dengan mengetahui hal yang biasanya menghentikan diri kita, lalu membuat jadwal aktivitas dan ritual, progres akan hadir meski kita mungkin tak menyadarinya.”

Sebagai bagian dari proses, api motivasi juga akan muncul. Jadi putuskan apa yang ingin kamu raih, teguhkan hati menjalankan rutinitas, dan ingatlah tip yang diberikan Seinfeld, “Don’t break the chain.”

Sumber: id.techinasia.com

– – –
Facebook : @SentraCyber 
Cyber Trading and IT Networking Solution